Desain Produksi
Pada tahap desain produksi ditentukan tujuan
produksi, penentuan target-target, penyusunan kru, skeduling proyek, dan
sebagainya. Tidak ada rumusan yang benar-benar baku pada tahap desain produksi
ini, dan fleksibel tergantung skala proyek produksi. Pada dasarnya, desain
produksi ialah tahap pendefinisian proyek sedemikian rupa dalam segala aspeknya
sehingga kelak pada akhir proyek dapat menjadi rujukan, apakah proyek produksi
yang telah dijalankan telah memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditetapkan.
Contoh perumusan desain produksi, pada proyek
produksi profil sebuah instansi, klik disini.
Tujuan Produksi
Misalnya, rencana produksi “profil video perusahaan
ABCD” dirumuskan tujuan produksinya untuk memberikan sekilas pandang perusahaan
tersebut dimana produk yang kelak dihasilkan akan dibagikan kepada para klien
perusahaan serta para prospek klien. Tujuan produksi ini dapat pula dijabarkan
secara lebih detil menurut prinsip tujuan komunikasi, dimana di dalam
komunikasi setidaknya ada 5 aspek yang harus diperhatikan, yaitu komunikator, komunikan
(audiens), materi komunikasi (pesan yang hendak disampaikan), media komunikasi,
dan cara penyaluran pesan. Tujuan produksi dapat pula secara spesifik menyebut
tujuan-tujuan tertentu, misalnya : tujuan mengikuti festival film Indie, tujuan
komersial, tujuan presentasi, dsb. Bahkan untuk sebuah tujuan eksperimental
pun, sebaiknya dilakukan perumusan agar perumusan tujuan produksi ini kelak
dapat dipakai sebagai rujukan saat menulis jurnal/evaluasi kegiatan.
Pada proyek resmi dari instansi, tujuan produksi ini
tercantum suatu Term of Reference (Kerangka Acuan Kerja).Klik disini untuk download contoh.
Penentuan Target-target
Ini masih berkaitan erat dengan perumusan tujuan di
atas, tapi dengan memakai indikator yang lebih terukur.Misalnya, target
keberhasilan penyampaian pesan, target pencapaian finansial, target pencapaian
kualitas gambar, target jumlah audiens, dsb.
Penyusunan Kru
Berbeda dengan produksi film komersial (apalagi film
Hollywood) yang dikerjakan oleh banyak kru dengan tugas dan keahlian
masing-masing, suatu home video dapat dikerjakan oleh suatu tim kecil dengan
tugas serba rangkap. Sejumlah aspek pekerjaan penting ialah produser, penulisan
skenario, penyutradaraan, kameramen, pencahayaan, make up & wardrobe,
penata artisitik dan editing. Tidak masalah dengan keterbatasan sumberdaya
manusia yang dapat terkumpul di dalam kru produksi, yang lebih penting ialah
adanya kejelasan soal pembagian tugas dan deskripsi job masing-masing. Misalnya
dapat berbentuk tim kecil beranggotakan 3 orang, dimana seorang berperan
rangkap sebagai produser/penulis skenario/penyutradaraan, seorang sebagai
kameramen/editor, dan seorang sebagai lighting man/penata artistik.
Penjelasan lebih lengkap tentang susunan kru yang lebih ideal, klik
disini.
Skeduling Proyek
Skeduling proyek memegan peranan yang amat penting
dalam pencapaian efektivitas dan efisiensi produksi, terutama kegiatan produksi
(shooting video) dimana terlibat banyak sumberdaya manusia, pemain dan
peralatan shooting video yang digunakan. Idealnya, suatu pengambilan gambar
telah direncanakan dan dijadwalkan pada tenggang waktu yang cukup sebelumnya
sehingga semua pihak yang terlibat dalam shooting video tersebut dapat
mempersiapkan diri dengan baik untuk menunaikan peran/tugasnya masing-masing,
yang melibatkan kesiapan mental, fikiran dan peralatan. Skeduling proyek juga
amat berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam produksi video untuk mengukur
sejauh mana kemajuan suatu proyek pada saat-saat tertentu, agar dapat melakukan
evaluasi proyek berjalan.Contoh skeduling proyek, klik
disini.
Pembuatan Skenario
Pembuatan skenario, meskipun lazimnya dilakukan
dalam proses produksi film komersial, namun dapat diadaptasi untuk proses
pembuatan produk audio-visual lainnya dengan penyesuaian seperlunya. Hal ini
dimungkinkan karena film dibuat untuk menyampaikan pesan komunikasi secara
visual, sebagaimana di sini kita akan membuat sejumlah produk video juga
sebagai media untuk menyampaikan pesan komunikasi. Prinsip-prinsip umum di
bawah ini kelak akan dibahas lagi secara singkat cara penerapannya dalam
konteks produksi masing-masing produk video di bagian ragam produksi.
Empat aspek dalam penulisan skenario :
1. Konsep cerita, dirumuskan dalam sebuah
kalimat tunggal yang menjelaskan tokoh utama dalam film dan apa yang ingin
diperbuat atau diperjuangkannya.
2. Karakterisasi (perwatakan), yaitu
tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita. Setiap tokoh dijelaskan karakter
dasarnya dengan penekanan penjelasan pada tokoh-tokoh utama. Perbedaan karakter
ini akan memainkan peranan penting yang melatarbelakangi bagaimana setiap tokoh
bersikap dan bertindak tentang suatu isu/masalah. Seperti kita ketahui, sekelompok
manusia dapat bersikap dan melakukan tindakan yang sama meski masing-masing
memiliki pikiran/motivasi yang berbeda. Sebaliknya, sekelompok manusia dapat
bersikap dan melakukan tindakan yang berbeda meski memiliki kesamaan
pikiran/motivasi.Dengan demikian dapat dipahami bahwa kombinasi karakter dan
isu yang unik dapat melahirkan cerita yang menarik.
3. Alur cerita; rangkaian kejadian dan
hubungannya dengan karakter. Bagaimana kejadian demi kejadian dirangkai menjadi
suatu cerita akan amat menentukan keberhasilan terjalinnya cerita yang menarik.
Contoh : sebuah film yang diawali adegan pembunuhan sadis oleh seseorang
terhadap korbannya yang “tak bersalah” akan menimbulkan rasa penasaran pemirsa,
ketimbang jika lebih dulu ditampilkan gambar kejadian yang menyajikan fakta
bahwa pada masa kecilnya si pembunuh tersebut seringkali mendapat penyiksaan
dari orangtuanya sehingga ia menderita kelainan jiwa. Untuk memancing proses
kreatif dalam menyusun alur cerita, dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan
berikut : “bagaimana jika hal buruk ini terjadi, yaitu hal yang merintangi
usaha tokoh utama mencapai tujuannya? bagaimana pula jika terjadi hal lain
lagi?” Kejadian demi kejadian ini juga harus dapat membangun emosi pemirsa,
misalnya karena secara bergantian adegan-adegan kejadiannya mengandung
ketegangan, tawa dan airmata.
4. Perancangan adegan per adegan; rangkaian
rencana pengambilan gambar yang meliputi dialog, akting, set properti, setting
lokasi, dsb. Dapat dengan mudah dibayangkan tentang suatu cerita yang memiliki
konsep cerita, karakterisasi dan alur cerita yang menarik, tapi lantas berakhir
menjadi film yang buruk karena kelemahan dialog, akting, setting lokasi dan
properti?
Penulis skenario yang berpengalaman pun belum tentu
dapat menulis skenario “sekali jadi”.Yang lazim terjadi ialah dibuatnya “draft
skenario” untuk kemudian dipelajari lagi demi mendapatkan ide-ide pelengkap
untuk finishing pembuatan skenario tersebut.Bahkan bagi skenario yang sudah
jadi pun, terjadinya revisi skenario merupakan hal yang lumrah terjadi.
Sejumlah pertanyaan berikut ini harus dipertimbangkan saat menulis skenario,
baik tahap awal maupun tahap lanjutan :
1. Siapakah
yang punya cerita ini? Tokoh utama dengan isu pokoknya harus jelas, jangan
sampai tokoh pendukung memiliki karakterisasi lebih kuat dengan isu yang lebih
menarik.
2. Dari
sudut pandang cerita siapa film akan dibuat, apakah dari tokoh utama, atau
pihak ke-2 (orang yang diajak berdialog langsung oleh tokoh utama), atau dari
pihak ke-3 yang mengamati tokoh utama dari luar.
3. Di
mana bagusnya adegan akan berawal, dimana pula akan berakhir?
4. Apa
poin-poin dari tiap adegan yang dirancang, akan mengarah ke mana?
5. Apa
informasi terpenting yang diperlukan pemirsa dari suatu adegan tertentu?
6. Apakah
adegan tertentu benar-benar berkaitan dengan cerita, dan menggerakkan cerita
menuju akhir? Jika tidak, adegan ini berpotensi “melambatkan cerita” dan
menimbulkan kebosanan kepada pemirsa.
7. Selalu
mengingat bahwa adegan ialah bahasa gambar. Idealnya, gambar murni yang tanpa
dialog sudah bisa menyampaikan pesan komunikasi yang hendak disampaikan.
8. Selalu
mengingat untuk “mengolah gambar”, “merancang konflik”, dan “membaur emosi”
9. Bagaimana
membuat keterkaitan yang menarik antar satu adegan dengan adegan lainnya?
10.
Apakah terjadi perulangan adegan? Adegan yang
benar-benar sama tentu saja hampir mustahil terjadi. Yang dimaksudkan disini
ialah terjadinya sejumlah adegan yang sebenarnya mengandung pesan komunikasi
yang mirip/sama. Saat pemirsa melihat suatu adegan lalu berhasil menangkap
pesannya, lalu kepadanya disuguhkan adegan lain yang baginya punya pesan yang
sama dengan adegan sebelumnya. Tentu saja ia akan menjadi bosan.
11.
Apakah adegan datar (minim konflik, minim emosi,
minim informasi)? Jika ya, bagaimana caranya agar timbul suatu yang dramatis
atau luarbiasa terjadi, bahkan dari “hal-hal yang sepele atau biasa?”
12.
Apakah pemirsa akan tertarik dengan semua rangkaian
gambar ini?
Sumber Potensi Kreatif bagi Penulisan Skenario
Salahsatu wujud kreativitas ialah kemampuan memilih
antara mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dirangkai dalam suatu cerita.
1. Penggalian
fakta terhadap setting cerita dan karakter yang akan di-skenariokan. Misalnya,
penulisan skenario film “Slumdong Millionaire” tentu mustahil dilakukan jika tidak
melakukan riset terhadap bentuk kehidupan miskin di India.
2. Penggalian
pemahaman dan pengetahuan yang telah ada. Penulis skenario sebelumnya telah
memiliki nilai-nilai dan pemahaman tertentu atas isu tertentu hasil dari
kehidupannya selama ini. Hal ini dapat digali untuk mendapatkan hal-hal menarik
(mungkin ironi) dibandingkan dengan fakta yang telah digali.
3. Penggalian
imajinasi. Bagaimana suatu masalah dapat timbul dan terselesaikan dari benturan
nilai-nilai dan kepentingan yang sudah ada atau potensial terjadi.
Format Skenario
Perancangan skenario sendiri lebih berupa “aspek
mental yang abstrak” dari seorang penulis skenario yang dapat dituangkan ke
dalam berbagai bentuk (tulisan) sesuai keperluannya.Pada produksi sebuah film,
skenario dituangkan dalam format standar tertentu yang dimaksudkan agar kru
produksi yang terlibat mengetahui perannya masing-masing saat pengambilan
gambar. Namun untuk sebuah produk skala kecil dengan tim kecil, skenario dapat
diadaptasi menjadi rumusan bersama yang sederhana, asal dapat dimengerti dan
menjadi acuan kerja kru produksi (misalnya kameramen, sutradara, lighting man).
Contoh skenario sederhana pada workshop film pendek “Suster
Mengaku Hantu”, klik disini.
Storyboard
Storyboard ialah rangkaian gambar ilustrasi yang
berusaha menjelaskan bahasa tulisan skenario ke dalam bahasa visual. Adegan
demi adegan cerita yang sebelumnya telah dirumuskan dalam skenario
diterjemahkan menjadi gambar oleh sutradara dengan bantuan kameramen dan
storyboard artist, sedemikian rupa sehingga dalam potongan-potongan gambar
ilustrasi yang dihasilkan terhimpun informasi tentang para pelaku adegan,
adegan yang dilakukan, lokasi dan properti, sudut pengambilan gambar, dan
sebagainya. Pada kenyataan dalam praktek, keberadaan storyboard merupakan
“barang mewah”, yaitu meskipun memang dirasakan manfaat besarnya, namun
kesulitan pengerjaannya membuat suatu tim produksi sering mengabaikannya dengan
melewati proses ini, dan menyerahkan pelaksanaan shooting video kepada
kemampuan langsung di lapangan. Salahsatu kendala yang sering dihadapi ialah
tidak tersedianya tenaga ilustrator gambar.
Contoh storyboard film pendek “Suster
Mengaku Hantu“, klik disini.
Layout
Layout ialah bentuk lanjutan dan terakhir dari
kegiatan pra produksi.Di sini, gambar-gambar storyboard dirangkai dalam suatu
kegiatan editing video, sesuai skenario (di-scan sebelumnya), bagaikan hasil
shooting video yang sudah selesai diambil. Elemen-elemen lain ditambahkan
seperlunya sekedar untuk mencari gambaran awal dari “produk yang telah
selesai”, misalnya dubbing narasi dan musik ilustrasi. Hasil akhir layout
ini dapat berupa file video yang dapat disaksikan bersama oleh kru produksi dan
klien, jika ada. Layout ini amat bermanfaat, antara lain :
1. Kru
produksi (maupun klien) mendapat gambaran yang lebih jelas tentang produk yang
akan dihasilkan. Banyak orang yang daya imajinasinya tak cukup tinggi
untuk bisa membayangkan hasil akhir sebuah produk dari sebuah skenario, yang
mengerti tentang rencana produksi dengan adanya layout ini.
1. “Pace”
dari video dapat terasa. Idealnya, video menyampaikan pesan/informasi yang
berkembang setiap saat dengan kecepatan yang tepat. Video yang “terlalu cepat”
akan membingungkan pemirsa, sedangkan yang terlalu lambat akan membuat pemirsa
bosan dan bahkan tertidur. Jika disadari pace yang kurang sesuai, akan menjadi
catatan dalam kegiatan editing video kelak, untuk memanjangkan atau menyingkat
adegan-adegan tertentu dalam rangka perbaikan pace ini.
•
Peran ilustrasi musik terhadap pembentukan mood
video dapat terasa, dan editor dapat ber-eksperimen dengan backsong yang akan
digunakan kelak.
•
Secara teknis, pembuatan layout ini juga amat
membantu editor kelak saat berkegiatan editing video. Karena potongan gambar
ilustrasi tersebut sudah diatur tempat dan durasinya sedemikian rupa sehingga
kelak hanya tinggal diganti dengan hasil shooting video.
0 komentar:
Posting Komentar
No spam, No Junk, No SARA ..
Fun only